Rabu, 20 April 2011

Distosia Bahu

a. Pengertian Distosia Bahu
Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan. Distocia bahu terjadi karna kesulitan melahirkan bahu bayi, karena bayi lahir dengan berat 4500 gram, panjang 54 cm atau bayi Makrosomia.
Makrosomia adalah bayi lahir yang beratnya lebih dari 4000gr. Bayi makrosomia yang dapat menyebabkan distosia jika beratnya melebihi 4500gr. Penyebab utama dari Makrosomia ialah ibu Diabetes, Keturunan (orang tua besar), dan Multiparitas. Bayi cukup bulan biasanya memiliki ukuran bahu yang lebih besar dari kepalanya, sehingga mempunyai resiko terjadinya Distocia bahu.
b. Mekanisme Distosia Bahu
Bahu melewati PAP dalam posisi diameter anteroposterior daripada posisi normal (oblique) menghasilkan :
• Secara umum sering bahu depan menjadi tertahan di PAP ketika bahu belakang melewati promotorium
• Konsekuensinya bisa terjadi kedua bahu menjadi tertahan di PAP
c. Perbedaan Distosia Bahu
1. Distosia Bahu Anterior - Posterior Tinggi : Tampak kepala yang lahir terjepit vulva atau tertariknya kembali kepala kedalam vulva, hal ini mencerminkan bahu terfiksasi pada pintu masuk pelvis. tidak akan terjadi rotasi eksterna pada kepala.
2. Distosia Bahu Melintang Dalam : Bahu berakomodasi buruk terhadap oval panjang pelvis, sehingga bahu tidak mengalami rotasi interna yang diharapkan dan tidak akan terjadi pula rotasi eksterna pada kepala.

B. Insidensi
Kasus Distocia bahu tidak dapat di prediksi kapan akan terjadi dan belum ada cara untuk memastikan kapan akan terjadi Distocia bahu saat persalinan. Prosentasi distosia bahu terjadi sebesar 0,2-0,6% dari seluruh persalinan vaginal presentasi kepala. Apabila jarak waktu antara lahirnya kepala dengan lahir lebih dari 60 detik maka insidensinya menjadi 11%. Insidensi dapat meningkat dengan adanya peningkatan ukuran badan bayi dan hampir mendekati 1 : 100 kelahiran di masyarakat eropa yg akan berbeda di masyarakat lain. Insiden 2% akan meningkat pada persalinan bayi besar - 3% jika berat lahir >4000 gr. Pada ibu penderita Diabetes Gestasional, Distocia bahu bisa terjadi sebesar 7%.

C. Etiologi (penyebab)
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk “melipat” ke dalam panggul (misal : pada makrosomia) disebabkan oleh persalinan kala II yang pendek pada multipara sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala II sebelah bahu berhasil melipat masuk ke dalam panggul.
Distocia bahu juga dapat disebabkan kelainan tenaga, kelainan letak dan bentuk janin, serta kelainan jalan lahir. Distosia bahu dapat mengakibatkan terjadinya perlukaan pada pleksus brakialis bayi (kemungkinan karena penarikan kepala yang berlebihan).



Faktor Predisposisi dan Penyebab :
• Ada riwayat ibu pernah melahirkan distosia bahu
• Bayi besar dan selalu ada riwayat bahu besar
• Riwayat DM (diabetes melitus) pada wanita dan keluarga
• Tidak menunggu kepala melakukan putaran paksi luar pada saat menolong kelahiran bahu.

D. Tanda dan Gejala
Tanda-tanda dan gejala-gejala Distosia bahu :
a. Kepala bayi lahir tapi tetap berada di vagina
b. Kepala bayi tidak melakukan putaran paksi luar
c. Kepala bayi sangkut di perineum, seperti masuk kembali ke dalam vagina (kepala kura-kura)


E. Diagnosa
Distosia bahu dapat dikenali apabila didapatkan adanya :
a. Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan.
b. Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang.
c. Dagu tertarik dan menekan perinium.
d. Tarikan pada kepala gagal melahirkan bahu yang terperangkap di belakang simfisis pubis.
- Gambaran Klinis dan Diagnosis Distosia Bahu :
• Biasanya ada perlambatan kemajuan turunnya kepala pada kala II yang ditandai dengan bidan kesulitan dalam melahirkan bahu
• Biasanya ada kelahiran kepala yang perlahan, dengan ekstensi kepala mengambil waktu lebih lama daripada biasanya
• Sekali kepala lahir, kepala masuk lagi ke vagina dan kepala terlihat tidak mampu bergerak
• Tidak terjadi restitusi dan putaran paksi luar
• Kepala bayi dipenuhi dengan darah, dan wajah menjadi bengkak dan biru tua.
Begitu Distocia bahu di kenali, maka prosedur tindakan untuk menolongnya harus segera di lakukan.

F. Faktor Resiko
1. Janin besar (macrossomia), distosia bahu lebih sering terjadi pada bayi dengan berat lahir yang lebih besar, meski demikian hampir separuh dari kelahiran doistosia bahu memiliki berat kurang dari 4000 g.
2. Riwayat obstetri/persalinan dengan bayi besar
3. Ibu dengan obesitas
4. Multiparitas
5. Kehamilan posterm, dapat menyebabkan distosia bahu karena janin terus tumbuh setelah usia 42 mingu.
6. Partus lama/persalinan sulit.
7. Kelainan anatomi panggul


G. Upaya Pencegahan
Upaya yang bisa di lakukan ialah :
a. Tawarkan untuk dilakukan bedah cesar pada persalinan vaginal beresiko tinggi: janin luar biasa besar (> 5kg), janin sangat besar (>4,5kg) dengan ibu diabetes, janin besar(>4kg) dengan riwayat distocia bahu pada persalinan sebelumnya, kala II yang memanjang dengan janin besar
b. Indensifkasi dan obati diabetes pada ibu
c. Selalu bersiap-siap apabila terjadi distocia
d. Kenali adanya distocia seawall mungkin. Upaya mengejan, menekan suprapubis atau pundus dan traksi berpotensi meningkatkan resiko cedera pada janin
e. Perhatikanlah waktu dan segera minta perlolongan begitu distocia diketahuhi. Bantuan diperlukan untuk membuat posisi McRoberts pertolongan persalinan resusitasi bayi dan tindakan anastesia (bila perlu).

H. Penanganan
Prinsip utama dalam penanganan distosia bahu adalah melahirkan badan bayi sesegera mungkin dengan beberapa teknik berikut :
1. Membuat episiotomi yang cukup luas untuk mengurangi obstruksi jaringan lunak dan memberi ruangan yang cukup untuk tindakan.
2. Lakukan posisi McRoberts dengan meminta ibu untuk menekuk kedua tungkainya dan mendekatkan lututnya sejauh mungkin ke arah dadanya dalam posisi ibu berbaring terlentang. Meminta bantuan 2 asisten untuk menekan fleksi kedua lutut ibu ke arah dada.
3. Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi :
• Melakukan tarikan yang kuat dan terus-menerus ke arah bawah pada kepala janin untuk menggerakkan bahu depan dibawah simfisis pubis. Catatan : hindari tarikan yang berlebihan pada kepala yang dapat mengakibatkan trauma pada fleksus brakhialis.
• Meminta seorang asisten untuk melakukan tekanan secara ke arah bawah pada daerah suprapubis untuk membantu persalinan bahu. Catatan : jangan menekan fundus karena dapat mempengaruhi bahu lebih lanjut dan dapat mengakibatkan ruptur uteri.
Contoh langkah penanganan No. 3 :




4. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan :
• Pakailah sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi, masukkan tangan ke dalam vagina.
• Lakukan penekanan pada bahu yang terletak di depan dengan arah sternum
• bayi untuk memutar bahu dan mengecilkan diameter bahu.
• Jika diperlukan, lakukan penekanan pada bahu belakang sesuai dengan arah sternum.
5. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan :
• Masukkan tangan ke dalam vagina.
• Raih humerus dari lengan belakang dan dengan menjaga lengan tetap fleksi pada siku, gerakkan lengan ke arah dada. Ini akan memberikan ruangan untuk bahu depan agar dapat bergerak dibawah simfisis pubis.
Contoh langkah penanganan No. 5 :



6. Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan bahu, pilihan lain :
• Patahkan klavikula untuk mengurangi lebar bahu dan bebaskan bahu depan.
• Lakukan tarikan dengan mengait ketiak untuk mengeluarkan lengan belakang.
Setelah melakukan prosedur pertolongan persalinan Distosia bahu, tindakan selanjutnya adalah melakukan proses dekontaminasi dan pencegahan infeksi pasca tindakan serta perawatan pasca tindakan.

I. Posisi janin normal dan Posisi Janin Distosia Bahu




J. Komplikasi dan Bahaya Distosia Bahu
Pada Ibu :
• Laserasi yang hebat : perineum, vagina, kk, rectum dan serviks
• Rupture uteri
• Traumatik perdarahan post partum perdarahan akibat atonia uteri
• Syok
• Infeksi
• Trauma psikologi dan distress
• Pendarahan pasca salin
Pada Janin :
• Kematian bayi selama atau setelah persalinan
• Trauma lahir, brachial palsy, fraktur clavikula, trauma spinal
• Jika bayi hidup, ada bercak merah di muka beberapa hari setelah kelahiran
• Gejala lanjut, kelainan neuro-psiki

Plasenta Previa

Plasenta Previa
I. Pengertian
Plasenta previa berasal dari dua kata yaitu prae dan vias. Prae berarti di depan dan vias berarti jalan. Sehingga bila disimpulkan secara singkat maka plasenta previa adalah plasenta yang berada di depan jalan lahir atau plasenta yang implantasinya tidak normal yaitu pada segmen bawah rahim (SBR) sehingga menutupi seluruh atau sebagian jalan lahir/ostium uteri internum (OUI).
Pengertian plasenta previa menurut para ahli :
Menurut Rustam Mochtar:
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat yang abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
Menurut Sarwono Prawirohardjo :
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.

II. Faktor Predisposisi
1. Multiparitas dan umur ibu yang telah lanjut ,wanita lebih dari 35 tahun.
2. Cacat atau jaringan parut pada endometrium oleh bekas pembedahan (riwayat seksio sesaria, kuretase dll).
3. Riwayat plasenta previa sebelumnya.
4. Kehamilan ganda atau gemelli.
5. Gangguan anatomis/tumor pada rahim, sehingga mempersempit permukaan bagi penempatan plasenta.
2
6. Adanya jaringan rahim pada tempat yang tidak seharusnya. Misal : endometriosis.
7. Korpus luteum bereaksi lambat, di mana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi.
8. Konsepsi dan nidasi terlambat.
9. Sosial ekonomi rendah sehingga menyebabkan gizi buruk patofisiologi atau malnutrisi.

III. Klasifikasi
Klasifikasi plasenta previa didasarkan pada keadaan fisiologis sehingga klasifikasinya bisa berubah setiap waktu.
Beberapa klasifikasi plasenta previa:
a. Menurut de Snoo, berdasarkan pada pembukaan 4-5 cm
1. Plasenta previa sentralis (totalis) : pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta menutupi seluruh ostea.
2. Plasenta previa lateralis : pada pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan ditutupi oleh plasenta. Plasenta previa jenis ini dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu :
a. Plasenta previa lateralis posterior : menutupi sebagian ostea bagian belakang.
b. Plasenta previa lateralis anterior : menutupi sebagian ostea bagian depan.
3. Plasenta previa marginalis : hanya sebagian kecil atau di pinggir ostea yang ditutupi oleh plasenta.



3
b. Menurut penulis buku-buku USA
1. Plasenta previa totalis : seluruh ostea ditutupi uri (plasenta).
2. Plasenta previa partialis : sebagian ditutupi uri (plasenta).
3. Plasenta letak rendah : pinggir plasenta berada 3-4 cm di atas pinggir pembukaan. Pada pemeriksaan dalam tidak teraba.

c. Menurut Browne
1. Tingkat I, lateral plasenta previa : pinggir bawah plasenta berinsersi (melekat) sampai ke segmen bawah rahim namun tidak sampai ke pinggir pembukaan.
2. Tingkat II, marginal plasenta previa : plasenta mencapai pinggir pembukaan (ostea).

IV. Gejala Klinis
1. Perdarahan tanpa diikuti rasa nyeri, tanpa sebab, sedikit pada first bleeding (perdarahan pertama) dan menjadi semakin banyak serta berulang pada perdarahan selanjutnya (painless, causeless, recurrent bleeding).
2. Darah yang keluar berwarna merah segar (berasal dari arteri yang ada pada insersi/tempat melekat plasenta).
3. Kepala janin atau bagian terdepan janin masih tinggi (floating) karena terhalang plasenta, sehingga bagian bawah janin tidak dapat masuk PAP maka tidak jarang terjadi bayi letak lintang/sungsang.




4
V. Diagnosis
Untuk mendiagnosis perdarahan pada plasenta previa maka diperlukan beberapa cara, yaitu :
1. Anamnesis : pengambilan data berdasarkan keluhan atau apa yang dirasakan pasien. Contoh :
- Perdarahan setelah kehamilan 28 minggu
- Sifat pendarahannya tanpa sebab (causeless), tanpa nyeri (painless) dan berulang(recurrent).
2. Inspeksi : melihat keadaan pasien. Contoh :
- Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam : banyak atau sedikit, darah beku atau tidak, bagaimana warna darah dsb.
- Jika perdarahan banyak, ibu anemi.

3. Palpasi abdominal : meraba bagian abdomen/perut ibu. Contoh :
- Janin yang belum cukup bulan, TFU rendah.
- Sering dijumpai kesalahan letak janin (lintang/sungsang).
- Bagian terbawah janin belum turun.
- Dapat dirasakan suatu bantalan pada SBR (segmen bawah rahim).

4. Pemeriksaan Inspekulo : memeriksa dengan bantuan spekulum sehingga dapat melihat darimana asal perdarahan, apakah dari uterus, kelainan serviks, vaginam, varises pecah dll.

5. Pemeriksaan radioisotope : ditemukan oleh Stevenson pada tahun 1934. Plasentogravi jaringan lunak yaitu membuat foto dengan sinar rontgen lemah untuk mencoba melokalisir plasenta.
5
6. USG : untuk menunjukan lokasi plasenta dan berapa banyak yang menutupi leher rahim.

7. Pemeriksaan dalam : memeriksa bagian dalam vagina atau alat genital interna wanita dengan dua jari.
Bahaya PD /VT (vagina toucher) pada plasenta previa :
- Dapat menyebabkan perdarahan hebat
- Infeksi
- Menimbulkan his dan bisa terjadi partus prematurus.

Kegunaan PD/VT pada perdarahan antepartum :
- Menegakan diagnosa
- Menentukan jenis plasenta previa

Indikasi PD pada perdarahan antepartum:
- Perdarahan banyak, >500 cc
- Perdarahan berulang (recurrent)
- Perdarahan sekali, banyak, HB <8 gr% - His ada, janin viable (mampu hidup) VI. Komplikasi Plasenta Previa 1. Syok 2. Infeksi karena perdarahan yang banyak 6 3. Laserasi serviks (robekan pada serviks) 4. Plasenta akreta 5. Prematuritas atau lahir mati 6. Prolaps tali pusat 7. Prolaps plasenta 8. Plasenta melekat sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu dibersihkan dengan kerokan 9. Perdarahan postpartum. VII. Penanganan Ada dua penanganan, yaitu penanganan ekspektif (pasif) dan penanganan aktif. Penanganan ekspektif (pasif) Kriteria : a. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu b. Perdarahan sedikit c. Belum ada tanda-tanda persalinan d. Keadaan umum baik, kadar Hb 8gr% atau lebih Rencana penanganan : 1. Istirahat baring mutlak 2. Infus dextrose 5% dan elektrolit 3. Pemberian terapi spasmolitik, tokolitik, plasentotrofik , roboransia 4. Periksa Hb, HCT, COT, golongan darah 5. Pemeriksaan USG 7 6. Awasi perdarahan terus menerus, tekanan darah, nadi dan DJJ 7. Apabila ada tanda-tanda plasenta previa tergantung keadaan pasien ditunggu sampai kehamilan 37 minggu selanjutnya penanganan secara aktif Penanganan aktif Kriteria: a. Usia kehamilan >/=37 minggu , BB janin>/=2500 gram
b. Perdarahan banyak 500 cc atau lebih
c. Ada tanda-tanda persalinan
d. k/u pasien tidak baik, ibu anemis Hb <8 gr%

Indikasi Seksio Sesarea :
1. Plasenta previa totalis
2. Plasenta previa pada primigravida
3. Plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang
4. Plasenta previa lateralis jika :
- Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak
- Sebagian besar OUI ditutupi plasenta
- Plasenta terletak di sebelah belakang (posterior)
5. Profause bleeding, perdarahan sangat banyak dan mengalir dengan cepat



8
VIII. Jenis Partus yang Dilakukan
Ada dua pilihan persalinan, yaitu : persalinan pervaginam dan seksio sesaria atau persalinan perabdominal. Jenis partus atau persalinan yang akan dilakukan didasarkan pada ;
a. Jenis plasenta previa
b. Banyaknya perdarahan
c. Keadaan umum ibu
d. Keadaan janin
e. Pembukaan jalan lahir
f. Paritas
g. Fasilitas rumah sakit

Partus pervaginam :
Dilakukan pada plasenta previa marginalis atau lateralis pada multipara dan janin sudah meninggal atau prematur.
1. Jika pembukaan serviks sudah agak besar (4-5 cm) , ketuban dipecah atau dilakukan amniotomi, jika his lemah maka diberika oksitosin drips.
2. Bila perdarahan masih terus berlangsung, maka dilakukan SC.
3. Tindakan Braxton Hicks dengan pemberat untuk menghentikan perdarahan (kompresi atau tamponade bokong dan kepala jnin terhadap plasenta dan hanya dilakukan pada keaadaan darurat, janin masih kecil atau sudah mati dan tidak ada fasilitas untuk melakukan operasi.