Rabu, 20 April 2011

Distosia Bahu

a. Pengertian Distosia Bahu
Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan. Distocia bahu terjadi karna kesulitan melahirkan bahu bayi, karena bayi lahir dengan berat 4500 gram, panjang 54 cm atau bayi Makrosomia.
Makrosomia adalah bayi lahir yang beratnya lebih dari 4000gr. Bayi makrosomia yang dapat menyebabkan distosia jika beratnya melebihi 4500gr. Penyebab utama dari Makrosomia ialah ibu Diabetes, Keturunan (orang tua besar), dan Multiparitas. Bayi cukup bulan biasanya memiliki ukuran bahu yang lebih besar dari kepalanya, sehingga mempunyai resiko terjadinya Distocia bahu.
b. Mekanisme Distosia Bahu
Bahu melewati PAP dalam posisi diameter anteroposterior daripada posisi normal (oblique) menghasilkan :
• Secara umum sering bahu depan menjadi tertahan di PAP ketika bahu belakang melewati promotorium
• Konsekuensinya bisa terjadi kedua bahu menjadi tertahan di PAP
c. Perbedaan Distosia Bahu
1. Distosia Bahu Anterior - Posterior Tinggi : Tampak kepala yang lahir terjepit vulva atau tertariknya kembali kepala kedalam vulva, hal ini mencerminkan bahu terfiksasi pada pintu masuk pelvis. tidak akan terjadi rotasi eksterna pada kepala.
2. Distosia Bahu Melintang Dalam : Bahu berakomodasi buruk terhadap oval panjang pelvis, sehingga bahu tidak mengalami rotasi interna yang diharapkan dan tidak akan terjadi pula rotasi eksterna pada kepala.

B. Insidensi
Kasus Distocia bahu tidak dapat di prediksi kapan akan terjadi dan belum ada cara untuk memastikan kapan akan terjadi Distocia bahu saat persalinan. Prosentasi distosia bahu terjadi sebesar 0,2-0,6% dari seluruh persalinan vaginal presentasi kepala. Apabila jarak waktu antara lahirnya kepala dengan lahir lebih dari 60 detik maka insidensinya menjadi 11%. Insidensi dapat meningkat dengan adanya peningkatan ukuran badan bayi dan hampir mendekati 1 : 100 kelahiran di masyarakat eropa yg akan berbeda di masyarakat lain. Insiden 2% akan meningkat pada persalinan bayi besar - 3% jika berat lahir >4000 gr. Pada ibu penderita Diabetes Gestasional, Distocia bahu bisa terjadi sebesar 7%.

C. Etiologi (penyebab)
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk “melipat” ke dalam panggul (misal : pada makrosomia) disebabkan oleh persalinan kala II yang pendek pada multipara sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala II sebelah bahu berhasil melipat masuk ke dalam panggul.
Distocia bahu juga dapat disebabkan kelainan tenaga, kelainan letak dan bentuk janin, serta kelainan jalan lahir. Distosia bahu dapat mengakibatkan terjadinya perlukaan pada pleksus brakialis bayi (kemungkinan karena penarikan kepala yang berlebihan).



Faktor Predisposisi dan Penyebab :
• Ada riwayat ibu pernah melahirkan distosia bahu
• Bayi besar dan selalu ada riwayat bahu besar
• Riwayat DM (diabetes melitus) pada wanita dan keluarga
• Tidak menunggu kepala melakukan putaran paksi luar pada saat menolong kelahiran bahu.

D. Tanda dan Gejala
Tanda-tanda dan gejala-gejala Distosia bahu :
a. Kepala bayi lahir tapi tetap berada di vagina
b. Kepala bayi tidak melakukan putaran paksi luar
c. Kepala bayi sangkut di perineum, seperti masuk kembali ke dalam vagina (kepala kura-kura)


E. Diagnosa
Distosia bahu dapat dikenali apabila didapatkan adanya :
a. Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan.
b. Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang.
c. Dagu tertarik dan menekan perinium.
d. Tarikan pada kepala gagal melahirkan bahu yang terperangkap di belakang simfisis pubis.
- Gambaran Klinis dan Diagnosis Distosia Bahu :
• Biasanya ada perlambatan kemajuan turunnya kepala pada kala II yang ditandai dengan bidan kesulitan dalam melahirkan bahu
• Biasanya ada kelahiran kepala yang perlahan, dengan ekstensi kepala mengambil waktu lebih lama daripada biasanya
• Sekali kepala lahir, kepala masuk lagi ke vagina dan kepala terlihat tidak mampu bergerak
• Tidak terjadi restitusi dan putaran paksi luar
• Kepala bayi dipenuhi dengan darah, dan wajah menjadi bengkak dan biru tua.
Begitu Distocia bahu di kenali, maka prosedur tindakan untuk menolongnya harus segera di lakukan.

F. Faktor Resiko
1. Janin besar (macrossomia), distosia bahu lebih sering terjadi pada bayi dengan berat lahir yang lebih besar, meski demikian hampir separuh dari kelahiran doistosia bahu memiliki berat kurang dari 4000 g.
2. Riwayat obstetri/persalinan dengan bayi besar
3. Ibu dengan obesitas
4. Multiparitas
5. Kehamilan posterm, dapat menyebabkan distosia bahu karena janin terus tumbuh setelah usia 42 mingu.
6. Partus lama/persalinan sulit.
7. Kelainan anatomi panggul


G. Upaya Pencegahan
Upaya yang bisa di lakukan ialah :
a. Tawarkan untuk dilakukan bedah cesar pada persalinan vaginal beresiko tinggi: janin luar biasa besar (> 5kg), janin sangat besar (>4,5kg) dengan ibu diabetes, janin besar(>4kg) dengan riwayat distocia bahu pada persalinan sebelumnya, kala II yang memanjang dengan janin besar
b. Indensifkasi dan obati diabetes pada ibu
c. Selalu bersiap-siap apabila terjadi distocia
d. Kenali adanya distocia seawall mungkin. Upaya mengejan, menekan suprapubis atau pundus dan traksi berpotensi meningkatkan resiko cedera pada janin
e. Perhatikanlah waktu dan segera minta perlolongan begitu distocia diketahuhi. Bantuan diperlukan untuk membuat posisi McRoberts pertolongan persalinan resusitasi bayi dan tindakan anastesia (bila perlu).

H. Penanganan
Prinsip utama dalam penanganan distosia bahu adalah melahirkan badan bayi sesegera mungkin dengan beberapa teknik berikut :
1. Membuat episiotomi yang cukup luas untuk mengurangi obstruksi jaringan lunak dan memberi ruangan yang cukup untuk tindakan.
2. Lakukan posisi McRoberts dengan meminta ibu untuk menekuk kedua tungkainya dan mendekatkan lututnya sejauh mungkin ke arah dadanya dalam posisi ibu berbaring terlentang. Meminta bantuan 2 asisten untuk menekan fleksi kedua lutut ibu ke arah dada.
3. Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi :
• Melakukan tarikan yang kuat dan terus-menerus ke arah bawah pada kepala janin untuk menggerakkan bahu depan dibawah simfisis pubis. Catatan : hindari tarikan yang berlebihan pada kepala yang dapat mengakibatkan trauma pada fleksus brakhialis.
• Meminta seorang asisten untuk melakukan tekanan secara ke arah bawah pada daerah suprapubis untuk membantu persalinan bahu. Catatan : jangan menekan fundus karena dapat mempengaruhi bahu lebih lanjut dan dapat mengakibatkan ruptur uteri.
Contoh langkah penanganan No. 3 :




4. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan :
• Pakailah sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi, masukkan tangan ke dalam vagina.
• Lakukan penekanan pada bahu yang terletak di depan dengan arah sternum
• bayi untuk memutar bahu dan mengecilkan diameter bahu.
• Jika diperlukan, lakukan penekanan pada bahu belakang sesuai dengan arah sternum.
5. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan :
• Masukkan tangan ke dalam vagina.
• Raih humerus dari lengan belakang dan dengan menjaga lengan tetap fleksi pada siku, gerakkan lengan ke arah dada. Ini akan memberikan ruangan untuk bahu depan agar dapat bergerak dibawah simfisis pubis.
Contoh langkah penanganan No. 5 :



6. Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan bahu, pilihan lain :
• Patahkan klavikula untuk mengurangi lebar bahu dan bebaskan bahu depan.
• Lakukan tarikan dengan mengait ketiak untuk mengeluarkan lengan belakang.
Setelah melakukan prosedur pertolongan persalinan Distosia bahu, tindakan selanjutnya adalah melakukan proses dekontaminasi dan pencegahan infeksi pasca tindakan serta perawatan pasca tindakan.

I. Posisi janin normal dan Posisi Janin Distosia Bahu




J. Komplikasi dan Bahaya Distosia Bahu
Pada Ibu :
• Laserasi yang hebat : perineum, vagina, kk, rectum dan serviks
• Rupture uteri
• Traumatik perdarahan post partum perdarahan akibat atonia uteri
• Syok
• Infeksi
• Trauma psikologi dan distress
• Pendarahan pasca salin
Pada Janin :
• Kematian bayi selama atau setelah persalinan
• Trauma lahir, brachial palsy, fraktur clavikula, trauma spinal
• Jika bayi hidup, ada bercak merah di muka beberapa hari setelah kelahiran
• Gejala lanjut, kelainan neuro-psiki

Plasenta Previa

Plasenta Previa
I. Pengertian
Plasenta previa berasal dari dua kata yaitu prae dan vias. Prae berarti di depan dan vias berarti jalan. Sehingga bila disimpulkan secara singkat maka plasenta previa adalah plasenta yang berada di depan jalan lahir atau plasenta yang implantasinya tidak normal yaitu pada segmen bawah rahim (SBR) sehingga menutupi seluruh atau sebagian jalan lahir/ostium uteri internum (OUI).
Pengertian plasenta previa menurut para ahli :
Menurut Rustam Mochtar:
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat yang abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
Menurut Sarwono Prawirohardjo :
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.

II. Faktor Predisposisi
1. Multiparitas dan umur ibu yang telah lanjut ,wanita lebih dari 35 tahun.
2. Cacat atau jaringan parut pada endometrium oleh bekas pembedahan (riwayat seksio sesaria, kuretase dll).
3. Riwayat plasenta previa sebelumnya.
4. Kehamilan ganda atau gemelli.
5. Gangguan anatomis/tumor pada rahim, sehingga mempersempit permukaan bagi penempatan plasenta.
2
6. Adanya jaringan rahim pada tempat yang tidak seharusnya. Misal : endometriosis.
7. Korpus luteum bereaksi lambat, di mana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi.
8. Konsepsi dan nidasi terlambat.
9. Sosial ekonomi rendah sehingga menyebabkan gizi buruk patofisiologi atau malnutrisi.

III. Klasifikasi
Klasifikasi plasenta previa didasarkan pada keadaan fisiologis sehingga klasifikasinya bisa berubah setiap waktu.
Beberapa klasifikasi plasenta previa:
a. Menurut de Snoo, berdasarkan pada pembukaan 4-5 cm
1. Plasenta previa sentralis (totalis) : pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta menutupi seluruh ostea.
2. Plasenta previa lateralis : pada pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan ditutupi oleh plasenta. Plasenta previa jenis ini dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu :
a. Plasenta previa lateralis posterior : menutupi sebagian ostea bagian belakang.
b. Plasenta previa lateralis anterior : menutupi sebagian ostea bagian depan.
3. Plasenta previa marginalis : hanya sebagian kecil atau di pinggir ostea yang ditutupi oleh plasenta.



3
b. Menurut penulis buku-buku USA
1. Plasenta previa totalis : seluruh ostea ditutupi uri (plasenta).
2. Plasenta previa partialis : sebagian ditutupi uri (plasenta).
3. Plasenta letak rendah : pinggir plasenta berada 3-4 cm di atas pinggir pembukaan. Pada pemeriksaan dalam tidak teraba.

c. Menurut Browne
1. Tingkat I, lateral plasenta previa : pinggir bawah plasenta berinsersi (melekat) sampai ke segmen bawah rahim namun tidak sampai ke pinggir pembukaan.
2. Tingkat II, marginal plasenta previa : plasenta mencapai pinggir pembukaan (ostea).

IV. Gejala Klinis
1. Perdarahan tanpa diikuti rasa nyeri, tanpa sebab, sedikit pada first bleeding (perdarahan pertama) dan menjadi semakin banyak serta berulang pada perdarahan selanjutnya (painless, causeless, recurrent bleeding).
2. Darah yang keluar berwarna merah segar (berasal dari arteri yang ada pada insersi/tempat melekat plasenta).
3. Kepala janin atau bagian terdepan janin masih tinggi (floating) karena terhalang plasenta, sehingga bagian bawah janin tidak dapat masuk PAP maka tidak jarang terjadi bayi letak lintang/sungsang.




4
V. Diagnosis
Untuk mendiagnosis perdarahan pada plasenta previa maka diperlukan beberapa cara, yaitu :
1. Anamnesis : pengambilan data berdasarkan keluhan atau apa yang dirasakan pasien. Contoh :
- Perdarahan setelah kehamilan 28 minggu
- Sifat pendarahannya tanpa sebab (causeless), tanpa nyeri (painless) dan berulang(recurrent).
2. Inspeksi : melihat keadaan pasien. Contoh :
- Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam : banyak atau sedikit, darah beku atau tidak, bagaimana warna darah dsb.
- Jika perdarahan banyak, ibu anemi.

3. Palpasi abdominal : meraba bagian abdomen/perut ibu. Contoh :
- Janin yang belum cukup bulan, TFU rendah.
- Sering dijumpai kesalahan letak janin (lintang/sungsang).
- Bagian terbawah janin belum turun.
- Dapat dirasakan suatu bantalan pada SBR (segmen bawah rahim).

4. Pemeriksaan Inspekulo : memeriksa dengan bantuan spekulum sehingga dapat melihat darimana asal perdarahan, apakah dari uterus, kelainan serviks, vaginam, varises pecah dll.

5. Pemeriksaan radioisotope : ditemukan oleh Stevenson pada tahun 1934. Plasentogravi jaringan lunak yaitu membuat foto dengan sinar rontgen lemah untuk mencoba melokalisir plasenta.
5
6. USG : untuk menunjukan lokasi plasenta dan berapa banyak yang menutupi leher rahim.

7. Pemeriksaan dalam : memeriksa bagian dalam vagina atau alat genital interna wanita dengan dua jari.
Bahaya PD /VT (vagina toucher) pada plasenta previa :
- Dapat menyebabkan perdarahan hebat
- Infeksi
- Menimbulkan his dan bisa terjadi partus prematurus.

Kegunaan PD/VT pada perdarahan antepartum :
- Menegakan diagnosa
- Menentukan jenis plasenta previa

Indikasi PD pada perdarahan antepartum:
- Perdarahan banyak, >500 cc
- Perdarahan berulang (recurrent)
- Perdarahan sekali, banyak, HB <8 gr% - His ada, janin viable (mampu hidup) VI. Komplikasi Plasenta Previa 1. Syok 2. Infeksi karena perdarahan yang banyak 6 3. Laserasi serviks (robekan pada serviks) 4. Plasenta akreta 5. Prematuritas atau lahir mati 6. Prolaps tali pusat 7. Prolaps plasenta 8. Plasenta melekat sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu dibersihkan dengan kerokan 9. Perdarahan postpartum. VII. Penanganan Ada dua penanganan, yaitu penanganan ekspektif (pasif) dan penanganan aktif. Penanganan ekspektif (pasif) Kriteria : a. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu b. Perdarahan sedikit c. Belum ada tanda-tanda persalinan d. Keadaan umum baik, kadar Hb 8gr% atau lebih Rencana penanganan : 1. Istirahat baring mutlak 2. Infus dextrose 5% dan elektrolit 3. Pemberian terapi spasmolitik, tokolitik, plasentotrofik , roboransia 4. Periksa Hb, HCT, COT, golongan darah 5. Pemeriksaan USG 7 6. Awasi perdarahan terus menerus, tekanan darah, nadi dan DJJ 7. Apabila ada tanda-tanda plasenta previa tergantung keadaan pasien ditunggu sampai kehamilan 37 minggu selanjutnya penanganan secara aktif Penanganan aktif Kriteria: a. Usia kehamilan >/=37 minggu , BB janin>/=2500 gram
b. Perdarahan banyak 500 cc atau lebih
c. Ada tanda-tanda persalinan
d. k/u pasien tidak baik, ibu anemis Hb <8 gr%

Indikasi Seksio Sesarea :
1. Plasenta previa totalis
2. Plasenta previa pada primigravida
3. Plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang
4. Plasenta previa lateralis jika :
- Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak
- Sebagian besar OUI ditutupi plasenta
- Plasenta terletak di sebelah belakang (posterior)
5. Profause bleeding, perdarahan sangat banyak dan mengalir dengan cepat



8
VIII. Jenis Partus yang Dilakukan
Ada dua pilihan persalinan, yaitu : persalinan pervaginam dan seksio sesaria atau persalinan perabdominal. Jenis partus atau persalinan yang akan dilakukan didasarkan pada ;
a. Jenis plasenta previa
b. Banyaknya perdarahan
c. Keadaan umum ibu
d. Keadaan janin
e. Pembukaan jalan lahir
f. Paritas
g. Fasilitas rumah sakit

Partus pervaginam :
Dilakukan pada plasenta previa marginalis atau lateralis pada multipara dan janin sudah meninggal atau prematur.
1. Jika pembukaan serviks sudah agak besar (4-5 cm) , ketuban dipecah atau dilakukan amniotomi, jika his lemah maka diberika oksitosin drips.
2. Bila perdarahan masih terus berlangsung, maka dilakukan SC.
3. Tindakan Braxton Hicks dengan pemberat untuk menghentikan perdarahan (kompresi atau tamponade bokong dan kepala jnin terhadap plasenta dan hanya dilakukan pada keaadaan darurat, janin masih kecil atau sudah mati dan tidak ada fasilitas untuk melakukan operasi.

Selasa, 01 Maret 2011

Model Teori Kebidanan

Teori Model Kebidanan
Teori Reva Rubin
Menekan pada pencapaian peran sebagai ibu, untuk mencapai peran ini seorang wanita memerlukan proses belajar melalui serangkaian aktivitas atau latihan. Dengan demikian, seorang wanita terutama calon ibu dapat mempelajari peran yang akan di alaminya kelak sehingga ia mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi khususnya perubahan psikologis dalam kehamilan dan setelah persalinan.
Menurut Reva Rubin, seorang wanita sejak hamil sudah memiliki harapan-harapan antara lain:
1. kesejahteraan ibu dan bayi
2. penerimaan dari masyarakat
3. penentuan identitas diri
4. mengetahui tentang arti memberi dan menerima
perubahan umum pada perempuan hamil:
• • ketergantungan dan butuh perhatian
• • membutuhkan sosialisasi
Tahap_tahap psikologis yang biasa dilalui oleh calon ibu dalam mencapai peran nya:
a. anticipatory stage
seorang ibu mulai melakukan latihan peran dan memerlukan interaksi dengan anak yang lain.
b. honeymoon stage
ibu mulai memahami sepenuhnya peran dasar yang dijalaninya. Pada tahap ini ibu memerlukan bantuan dari anggota keluarga yang lain.
c. Plateu stage
Ibu akan mencoba apakah ia mampu berperan sebagai seorang ibu. Pada tahap ini ibu memerlukan waktu beberapa minggu sampai ibu kemudian melanjutkan sendiri.
d. Disengagement
Merupakan tahap penyelesain latihan peran sudah berakhir.
Aspek-aspek yang diidentifikasi dalam peran ibu adalah gambaran tentang idaman, gambaran diri dan tubuh. Gambaran diri seorang wanita adalah pandangan wanita tentang dirinya sendiri sebagai bagian dari pengalaman dirinya, sedangkan gambaran tubuh adalah berhubungan dengan perubahan fisik yang tejadi selama kehamilan.
Arti dan efek kehamilan pada pasangan.
1. pasangan merasakan perubahan tubuh pasanganya pada kehamilan 8 (delapan) bulan sampai dengan 3(tiga) bulan setelah melahirkan.
2. lelaki juga mengalami perubahan fisik dan psikososial selama wanita hamil.
3. anak-anak akan di lahirkan merupakan gabungan dari tiga macam perbedaan:
1. hubungan ibu dengan pasangan
2. hubungan ibu dengan janin yang berkembang
3. hubungan ibu dengan individu yang unik
4. ibu tidk pernah lagi menjadi sendiri
5. tugas yang harus di lakukan ibu atau pasangan dalam kehamilan:
1. percaya bahwa ia hamil dan berhubungan dengan janin dalam satu tubuh
2. persiapan terhadap pemisahan secara fisik pada kelahiran janin
3. penyelesaiaan dan identifikasi kebinggungan dengan peran transisi.
6. reaksi yang umum pada kehamilan:
1. Trimester satu:ambivalen, takut, tantasi, khawatir.
2. Trimester dua: parasaan enak metykebutuhan untuk mempelajari perkembangan dan pertumbuhan janin menjadi narsistik, pasif, introvent, egosentrik dan self centered.
3. Trimester tiga: berperasaan aneh, semberono, jelek, menjadi introvert, merefleksikan terhadap pengalaman masa kecil.
Aspek yang di identifikasi dalam peran ibu:
a. gambaran tentang idaman bayi sehat.
b. gambaran tentang diri memandang tentang pengalaman yang dia lakukan.
c. gambaran tubuh, gambaran ketika hamil dan setelah nifas.
Beberapa tahapan aktifitas penting sebelim seseorang menjadi seorang ibu.
1. Taking on (tahapan meniru)
Seorang wanita dalam pencapaiaan sebagai ibu akan memulainya dengan meniru dan melakukan peran seorang ibu.
1. Taking in
Seorang wanita sedang membayangkan peran yang dilakukannya . introjektion, projection dan rejection merupakan tahap di mana wanita membedakan model-model yang sesuai dengan keinginannya.
1. Letting go
Wanita mengingat kembali proses dan aktifitas yang sudah di lakukannya. Pada tahap ini seorang akan meninggalkan perannya di masa lalu.
Adaptasi psikososial pada masa post partum:
Keberhasilan masa transisi menjadi orang tua pada masa post partum di pengaruhi oleh:
1.
1. respon dan dukungan dari keluarga
2. hubungan antara melahirkan dengan harapan-harapan
3. pengalaman melahirkan dam membesarkan anak yang lalu
4. budaya
Reva rubin mengklasifikasikan tahapan ini menjadi tiga tahap yaitu:
a. periode taking in (hari pertama hingga kedua setelah melahirkan)
1. ibu masih pasif dan tergantung pada orang lain
2. perhatian ibu tertuju pada ke khawatiran pada perubahan tubuhnya
3. ibu akan mengulangi pengalaman-pengalaman ketika melahirakan
4. memerlikan ketenangan dalam tidur untuk mengembalikan keadaan tubuh kekondisi normal
5. nafsu makan ibu biasanya bertambah sehingga membutuhkan peningkatan nutrisi. Kurangnya nafsu makan menandakan proses pengembalian kondisi tubuh tidak berlangsung normal.
b. periode taking hold (hari kedua hingga ke empat setelah melahirkan)
1. ibu memperhatikan kemampuan menjadi orang tua dan meningkatkan tanggung jawab akan bayinya
2. ibu memfokuskan perhatian pada pengontrolan fungsi tubuh, BAK, BAB dan daya tahan tubuh
3. ibu cenderung terbuka menerima nasihat bidan dan kritikan pribadi
4. ibu berusaha untuk menguasai keterampilan merawat bayi seperti menggendong, menyusui, memandikan dan mengganti popok
5. kemungkinan ibu mengalami depresi postpartum karena merasa tidak mampu membesarkan bayinya
c. periode letting go
1. terjadi setelah ibu pulang ke rumah dan di pengaruhi oleh dukungan serta perhatian keluarga
2. ibu sudah mengambil tanggung jawab dalam merawat bayi dan memahami kebutuhan bayi sehingga akan mengurangi hak ibu dalam kebebasan dan hubungan social
Teori Ramona Marcer
Teori ini lebih menekan pada stress antepartum (sebelum melahirkan) dalam pencapaiaan peran ibu, marcer membagi teorinya menjadi dua pokok bahasan:
a. Efek stress Anterpartum
stress Anterpartum adalah komplikasi dari resiko kehamilan dan pengalaman negative dari hidup seorang wanita, tuuan asuhan yang di berikan adalah : memberikan dukungan selama hamil untuk mengurangi ketidak percayaan ibu.
Penilitian mercer menunjukkan ada enam faktor yang berhubungan dengan status kesehatan ibu, yaitu:
1. Hubungan Interpersonal
2. Peran keluarga
3. Stress anterpartum
4. Dukungan social
5. Rasa percaya diri
6. Penguasaan rasa takut, ragu dan depresi
Maternal role menurut mercer adalah bagai mana seorang ibu mendapatkan identitas baru yang membutuhkan pemikiran dan penjabaran yang lengkap dengan dirinya sendiri.
b. Pencapaian peran ibu
Peran ibu dapat di capai bila ibu menjadi dekat dengan bayinya termasuk mengekspresikan kepuasan dan penghargaan peran, lebih lanjut mercer menyebutkan tentang stress anterpartum terhadap fungsi keluarga, baik yang positif ataupun yang negative. Bila fungsi keluarganya positif maka ibu hamil dapat mengatasi stress anterpartum, stress anterpartum karena resiko kehamilan dapat mempengaruhi persepsi terhadap status kesehatan, dengan dukungan keluarga dan bidan maka ibu dapat mengurangi atau mengatasi stress anterpartum.
Perubahan yang terjadi pada ibu hamil selama masa kehamilan (Trisemester I, II dan III) merupakan hal yang fisiologis sesuai dengan filosofi asuhan kebidanan bahwa menarche, kehamilan, nifas, dan monopouse merupakan hal yang fisiologis.
Perubahan yang di alami oleh ibu, selama kehamilan terkadang dapat menimbulkan stress anterpartum, sehingga bidan harus memberikan asuhan kepada ibu hamil agar ibu dapat menjalani kehamilannya secara fisiologis (normal), perubahan yang di alami oleh ibu hamil antara lain adalah:
a. Ibu cenderung lebih tergantung dan lebih memerlukan perhatian sehingga dapat berperan sebagai calon ibu dan dapat memperhatikan perkembangan bayinya.
b. ibu memerlukan sosialisasi
c. ibu cenderung merasa khawatir terhadap perubahan yang terjadi
pada tubuhnya
d. Ibu memasuki masa transisi yaitu dari masa menerima kehamilan kehamilan ke masa menyiapkan kelahiran dan menerima bayinya.
Empat tahapan dalam melaksanakan peran ibu menuru Mercer:
a. Anticipatory
Saat sebelum wanita menjadi ibu, di mana wanita mulai melakukan penyesuaian social dan psikologis dengan mempelajri segala sesuatuyang di butuhkan untuk menjadi seorang ibu.
b. Formal
Wanita memasuki peran ibu yang sebenarnya, bimbingan peran di butuhkan sesuai dengan kondisi system social
c. Informal
Di mana wanita telam mampu menemukan jalan yang unik dalam melaksanakan perannya
d. Personal
merupakan peran terakhir, di mana wanita telah mahir melakukan perannya sebagai ibu.
Sebagai bahan perbandingan, Reva Rubin menyebutkan peran ibu telah di mulai sejak ibu menginjak kehamilan pada masa 6 bulan setelah melahirkan, tetapi menurut Mercer mulainya peran ibu adalah setelah bayi bayi lahir 3-7 bulan setelah dilahirkan.
Wanita dalam menjalankan peran ibu di pengaruhi oleh faktor –faktor sebagai berikut:
a. Faktor ibu
1. Umur ibu pada saat melahirkan
2. Persepsi ibu pada saat melahirkan pertama kali
3. Stress social
4. Memisahkan ibu pada anaknya secepatnya
5. Dukungan social
6. Konsep diri
7. Sifat pribadi
8. Sikap terhadap membesarkan anak
9. Status kesehatan ibu.
b. Faktor bayi
1. Temperament
2. Kesehatan bayi
c. Faktor-faktor lainnya
1. Latar belakang etnik
2. Status pekawinan
3. Status ekonomi
Dari faktor social support, mercer mengidentifikasikan adanya empat factor pendukung:
a. Emotional support
Yaitu perasaan mencintai, penuh perhatian, percaya dan mengerti.
b. Informational support
Memberikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan ibu sehingga dapat membantu ibu untuk menolong dirinya sendiri
c. Physical support
Misalnya dengan membantu merwat bayi dan memberikan tambahan dana
d. Appraisal support
Ini memungkinkan indifidu mampu mengevaluasi dirinya sendiri dan pencapaiaan peran ibu
Mercer menegaskan bahwa umur, tingkat pendidikan, ras, status perkawinan, status ekonomi dan konsep diri adalah faktor-faktor yang sangat berpengaruh dalam pencapaiaan peran ibu. Peran bidan yang di harapkanoleh mercer dalam teorinya adalah membantu wanita dalam melaksanakan tugas dan adaptsi peran dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaiaan peran ini dan kontribusi dari stress antepartum.
Teori Jean ball
Teori kursi goyang , keseimbangan emosional ibu. Tujuan asuhan maternitus agar ibu mampu melaksanakan tugasnya sebagai ibu bauk fisik maupun psikologis.
Ada dua teori Jean ball yaitu:
• • Teori stress
• • Teori dasar
Hipotesa Ball, respon emotional wanita terhadap perubahan yang terjadi bersamaan dengan kelahiran anak yang mempengaruhi personality seseorang dan dengan dukungan yang berarti mereka mendapatkan sistem keluarga dan sosial. Persipan yang telah di lakukan bidan pada masa postnatal akan mempengaruhi respon emotional wanita terhadap perubahan akibatproses kelahiran tersebut. Kesejahteraan wanita setelah melahirkan tergantung pada personality dan kepribadian, sistem dukungan pribadi dan dukungan dari pelayanan maternitas.
Ball menemukan teori kursi goyang terdiri dari tiga elemen, yaitu:
1. Pelayanan maternitas
2. Pandangan masyarakat terhadap keluarga
3. Sisi penyangga atau support terhadap kepribadian keluarga
Teori Ernestine Wiedenbach
a. The agent : mid wife
Filosofi yang di kemukakan adalah tentang kebutuhan ibu dan bayi yang segera untuk mengembangkan kebutuhan yang lebih luas yaitu kebutuhan untuk persipan menjadi orang tua.
b. The recipient
Meliputi : wanita, keluarga dan masyarakat. Recipient menurut Widenbach adalah individu yang mampu menetukan kebutuhannya akan bantuan.
c. The Goal / purpose
Di sesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu dengan memperhatikan tingkah laku fisik, emosional atau fisioogikal
d. The Means
Metode untuk mencapai tujuan asuhan kebidanan ada empat tahapan yaitu:
1. Identifikasi kebutuhan klient, memerlukan keterampilan dan ide
2. Memberikan dukungan dalam mencapai pertolongan yang di butuhkan (ministration)
3. Memberikan bantuan sesuai kebutuhan (validation)
4. Mengkoordinasi tenaga yang ada untuk memberikan bantuan (coordination)
5. The frame work meliputi lingkungan sosial, organisasi dan profesi.
Kelima kelompok teori Wiedenbach dapat di gambarkan dalam bagian.
-,identifikasi
-,mempersiapkan
-,koordinasi
-,validasi
Falsafah maksud / tujuan
kebutuhan
akan bantuan
the recipient
(perempuan)


The means memperoleh
bidan kebutuhan
Art practice -,pengetahuan
-,judgement
-,keterampilan
-,spiritual + material
Teori Ela Joy Lehrman Dan Morten
Teori ini mengharapkan bidan dapat melhat semua aspek dalam memberikan asuhan pada ibu hamil dan bersalin, Lehrman dan Morten mengemukakan delapan konsep penting dalam pelayanan antenatal:
a. Asuahan kebidanan yang berkesinambungan
b. Keluarga sebagai pusat kebidanan
c. Pendidikan dan konseling merupakan sebagian dari asuhan
d. Tidak ada intervensi dalam asuhan kebidanan
e. Keterlibatan dalam asuhan kebidanan
f. Advokasi dari pelayanan kebidanan
g. Waktu
Morten (1991) menambahkan tiga macam dari teori lehrman.
a. Teknik teurapetik
Proses komunikasi sangat bermanfaat dalam proses perkembangan dan penyembuhan, misalnya:
• • Mendengar aktif
• • Mengkaji
• • Klasifikasi
• • Humor
• • Sikap yang tidak menuduh
• • Pengakuan
• • Fasilitasi
• • Pemberian izin
b. Pemberdayaan
Suatu proses memberi kekuasaan dan kekuatan, bidan melalui penampilan dan pendekatannya akan meningkatkan kemampuan pasien dalam mengkoreksi, memvalidasi, menilai dan member dukungan.
c. Hubungan dengan sesama (rateral relationship)
Menjalin hubungan yang baik dengan pasien, bersikap terbuka, sejalan dengan pasien, sehingga bidan dan pasien terlihat akrab. Misalnya sifat empati dan membagi pengalaman.
Teori Orem
Ada tiga yang terkait di dalamnya:
1. Self care teori
2. Self care dafisit teori
3. Nursing system teori
Self care teori adalah
• • Konstribusi yang terus menerus dari seorang dewasa terhadap kelanjutan aksistensi kesehatan dan kesejahteraan.
• • Individu pribadi yang memperkasai dan melakukan sendiri aktifitas yang di perlukan untuk mempertahankan kehidupan kesehatan dan kesejahteraan.
Self care agent adalah orang yang dapat memenuhi kebutuhan self dependent care agent ada bayi, anak, orang tidak sadar atau sakit berat, termasuk perawat dan keluarga.
Menurut orem kebutuhan self care di bagi tiga keterangan
1. Universal self care (kebutuhan manusia tidur atas)
• • Pemeliharaan kebutuhan udara
• • Pemeliharaan kebutuhan makanan
• • Penerapan dengan proses eliminasi
• • Pemeliharaan keseimbangan aktifitas dan istirahat
• • Keseimbangan antara kesendirian dan interaksi sosial
• • Pemeliharaan dari yang membahayakan
• • Peningkatan fungsi dan pengembangan manusia dalam kelompok sosial.
2. Dimana kebutuhan timbul menurut tahap perkembangan (siklus kehadapan)
3. Health deviation self care
Kebutuhan ini muncul akibat kesehatan tergangu sehingga juga berakibat perubahan dalam sifat self care
Self care deficit merupakn inti dari Orem General Theory Of nursing menggambarakan kapan keperawatan di perlukan self care deficit merupakan kriteria untuk mengidentisfikasi perlu tidaknya seorang akan asuhan keperawatan.
Tujuan untuk memenuhi kebutuhan self care dapat dicapai dengan :
1. Menurunkan kebutuhan self care
2. Meningkatkan kemampuan pasien
3. Memperbolehkan keluarga atau orang lain untuk memberikan dependent care
4. Bila semua yang di atas tidak bias di laksanakan maka perawat akan melaksanakannya.
Lima metode bantuan untuk memenuhi kebutuhan self care:
1. Berperan melakukan
2. Mengajak atau menyuluh
3. Membimbing
4. Mendukung
5. Menciptakn lingkungan yang dapat menunjang tunjangan untuk dapat melaksanakan bantuan kepada orang sakit dan aspek yang perlu di perhatikan:
• • Menjalin hubungan yang baik dengan pasien, keluaraga sampai pasien dapat melepaskan diri atau melaksanakan sendiri
• • Menentukan bantuan yang di butuhkan pasien dalam memenuhi kebutuhan
• • Memberikan bantuan langsung bersama pasien atau keluarga, orang lain yang akan melakukan asuhan sesuai kebutuhan pasien
• • Merencanakan bantuan langsung bersama pasien, keluarga atau orang lain yang akan melakukan asuhan.

Konsep Dasar asuhan kehamilan

KONSEP DASAR ASUHAN KEHAMILAN


Setiap kehamilan merupakan proses alamiah, bila tidak dikelola dengan baik akan memberikan komplikasi pada ibu dan janin dalam keadaan sehat dan aman.

Filosofi adalah pernyataan mengenai keyakinan dan nilai/value yang dimiliki yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang/kelompok. Filosofi asuhan kehamilan menggambarkan keyakinan yang dianut oleh bidan dan dijadikan sebagai panduan yang diyakini dalam memberikan asuhan kebidanan pada klien selama masa kehamilan.

FILOSOFI ASUHAN KEHAMILAN
Dalam filosofi asuhan kehamilan ini dijelaskan beberapa keyakinan yang akan mewarnai asuhan itu.
1. Kehamilan merupakan proses yang alamiah. Perubahan-perubahan yang terjadi pada wanita selama kehamilan normal adalah bersifat fisiologis, bukan patologis. Oleh karenanya, asuhan yang diberikan pun adalah asuhan yang meminimalkan intervensi. Bidan harus memfasilitasi proses alamiah dari kehamilan dan menghindari tindakan-tindakan yang bersifat medis yang tidak terbukti manfaatnya.
2. Asuhan kehamilan mengutamakan kesinambungan pelayanan (continuity of care) Sangat penting bagi wanita untuk mendapatkan pelayanan dari seorang profesional yang sama atau dari satu team kecil tenaga profesional, sebab dengan begitu maka perkembangan kondisi mereka setiap saat akan terpantau dengan baik selain juga mereka menjadi lebih percaya dan terbuka karena merasa sudah mengenal si pemberi asuhan .
3. Pelayanan yang terpusat pada wanita (women centered) serta keluarga (family centered)
Wanita (ibu) menjadi pusat asuhan kebidanan dalam arti bahwa asuhan yang diberikan harus berdasarkan pada kebutuhan ibu, bukan kebutuhan dan kepentingan bidan. Asuhan yang diberikan hendaknya tidak hanya melibatkan ibu hamil saja melainkan juga keluarganya, dan itu sangat penting bagi ibu sebab keluarga menjadi bagian integral/tak terpisahkan dari ibu hamil. Sikap, perilaku, dan kebiasaan ibu hamil sangat dipengaruhi oleh keluarga. Kondisi yang dialami oleh ibu hamil juga akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga. Selain itu, keluarga juga merupakan unit sosial yang terdekat dan dapat memberikan dukungan yang kuat bagi anggotanya. Dalam hal pengambilan keputusan haruslah merupakan kesepakatan bersama antara ibu, keluarganya, dan bidan, dengan ibu sebagai penentu utama dalam proses pengambilan keputusan. Ibu mempunyai hak untuk memilih dan memutuskan kepada siapa dan dimana ia akan memperoleh pelayanan kebidanannya.
4. Asuhan kehamilan menghargai hak ibu hamil untuk berpartisipasi dan memperoleh pengetahuan/pengalaman yang berhubungan dengan kehamilannya. Tenaga profesional kesehatan tidak mungkin terus menerus mendampingi dan merawat ibu hamil, karenanya ibu hamil perlu mendapat informasi dan pengalaman agar dapat merawat diri sendiri secara benar. Perempuan harus diberdayakan untuk mampu mengambil keputusan tentang kesehatan diri dan keluarganya melalui tindakan KIE dan konseling yang dilakukan bidan.

Seorang bidan harus memahami bahwa kehamilan dan persalinan merupakan proses yang alamiah dan fisiologis, walau tidak dipungkiri dalam beberapa kasus mungkin terjadi komplikasi sejak awal karena kondisi tertentu/ komplikasi tersebut terjadi kemudian. Proses kelahiran meliputi kejadian fisik, psikososial dan kultural.

Kehamilan merupakan pengalaman yang sangat bermakna bagi perempuan, keluarga dan masyarakat. Perilaku ibu selama masa kehamilannya akan mempengaruhi kehamilannya, perilaku ibu dalam mencari penolong persalinan akan mempengaruhi kesehatan ibu dan janin yang dilahirkan. Bidan harus mempertahankan kesehatan ibu dan janin serta mencegah komplikasi pada saat kehamilan dan persalinan sebagai satu kesatuan yang utuh.

TUJUAN ANTENATAL CARE
a. Memantau kemajuan kehamilan dan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi
b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu dan bayi
c. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan/komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan
d. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu dan bayi dengan trauma seminimal mungkin
e. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI Ekslusif
f. Peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.

Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin (280 hari/ 40 mg) atau 9 bulan 7 hari. Periode dalam kehamilan terbagi dalam 3 triwulan/trimester :
1. Trimester I awal kehamilan sampai 14 mg
2. Trimester II kehamilan 14 mg – 28 mg
3. Trimester III kehamilan 28 mg – 36 mg/ 40 mg

SEJARAH ASUHAN KEHAMILAN
Dimasa yang lalu, bidan dan dokter banyak menggunakan waktu selama kunjungan antenatal untuk penilaian resiko berdasarkan riwayat medis dan obstetri serta temuan-temuan fisik yang lalu. Tujuan dari penilaian resiko ini adalah untuk mengidentifikasi ibu yang beresiko tinggi dan merujuk ibu-ibu ini untuk mendapatkan asuhan yang khusus. Sekarang kita telah mengetahui bahwa penilaian resiko tidak mencegah kesakitan dan kematian maternal dan perinatal. Penilaian resiko juga tidak menjamin perkiraan, ibu yang mana yang akan mempunyai masalah selama persalinan. Mengapa penilaian resiko tidak lagi digunakan? Ia tidak lagi dipergunakan karena setiap ibu hamil akan menghadapi resiko komplikasi dan harus mempunyai jangkauan kepada asuhan kesehatan maternal yang berkualitas. Hampir tidak mungkin memperkirakan ibu hamil yang mana yang akan menghadapi komplikasi yang akan mengancam keselamatan jiwa secara akurat. Banyak ibu-ibu yang digolongkan ”beresiko tinggi” yang tidak mengalami komplikasi apapun. Misalnya seorang ibu yang tingginya kurang dari 139 cm mungkin akan melahirkan bayi seberat 2500 gram tanpa masalah. Demikian juga, seorang ibu yang mempunyai riwayat tidak begitu berarti, kehamilan normal dan persalinan yang tidak berkomplikasi mungkin saja mengalami perdarahan pasca persalinan.

Dalam suatu studi di Zaire, dengan menggunakan berbgai macam metode, formula dan skala untuk melakukan penapisan ”resiko” diteliti. Studi ini menemukan bahwa 71 % ibu yang mengalami partus macet tidak digolongkan ke dalam kelompok beresiko sebelumnya. Sebagai tambahan, 90 % ibu-ibu yang diidentifikasi ”beresiko” tidak mengalami komplikasi. Kebanyakan ibu-ibu yang mengalami komplikasi tidak mempunyai faktor resiko dan digolongkan ke dalam kelompok ”beresiko rendah”. Suatu contoh seorang ibu yang beresiko rendah adalah berumur 24 tahun, G2 P1 tanpa faktor resiko dan persalinan normal yang melahirkan bayi 3 kg dan mengalami perdarahan 1000 cc karena atonia uteri.

LINGKUP ASUHAN KEHAMILAN Ruang lingkup asuhan kehamilan meliputi
1. Konsepsi :
Bersatunya ovum dan sperma yang didahului oleh ovulasi dan inseminasi
2. Ovulasi :
Runtuhnya ovum dari folikel dalam ovarium bila ovum gagal bertemu dalam waktu 2 x 24 jam → mati/hancur
3. Inseminasi :
Keluarnya sperma dari urethra pria kedalam vagina wanita. Sperma bergerak melalui uterus → tuba fallopi dengan kecepatan 1 kaki/jam. Alat gerak sperma → Ekor dengan panjang rata-rata 10x bagian kepala
4. Asuhan kehamilan normal dan identifikasi kehamilan dalam rangka penapisan untuk menjaring keadaan resiko tinggi dan mencegah adanya komplikasi kehamilan.

STANDAR ASUHAN KEHAMILAN
Kebijakan program : Anjuran WHO
• Trimester I : Satu kali kunjungan
• Trimester II : Satu kali kunjungan
• Trimester II : Dua kali kunjungan

Standar Minimal Asuhan Antenatal : “7 T”
1. Timbang berat badan
2. Tinggi fundus uteri
3. Tekanan darah
4. Tetanus toxoid
5. Tablet Fe
6. Tes PMS
7. Temu wicara

Sebagai profesional bidan, dalam melaksanakan prakteknya harus sesuai dengan standard pelayanan kebidanan yang berlaku. Standard mencerminkan norma, pengetahuan dan tingkat kinerja yang telah disepakati oleh profesi. Penerapan standard pelayanan akan sekaligus melindungi masyarakat karena penilaian terhadap proses dan hasil pelayanan dapat dilakukan atas dasar yang jelas. Kelalaian dalam praktek terjadi bila pelayanan yang diberikan tidak memenuhi standard dan terbukti membahayakan.

PRINSIP POKOK ASUHAN KEHAMILAN
Prinsip-prinsip pokok asuhan antenatal konsisten dengan dan didukung oleh prinsip-prinsip asuhan kebidanan. Lima prinsip-prinsip utama asuhan kebidanan adalah :

a. Kelahiran adalah proses yang normal :
Kehamilan dan kelahiran biasanya merupakan proses yang normal, alami dan sehat. Sebagai bidan, kita membantu dan melindungi proses kelahiran tersebut. Sebagai bidan kita percaya bahwa model asuhan kebidanan yang membantu dan melindungi proses kelahiran normal, adalah yang paling sesuai untuk kebanyakan ibu selama kehamilan dan kelahiran.

b. Pemberdayaan :
Ibu dan keluarga mempunyai kebijaksanaan dan seringkali tau kapan mereka akan melahirkan. Keyakinan dan kemampuan ibu untuk melahirkan dan merawat bayi bisa ditingkatkan atau dihilangkan oleh orang yang memberikan asuhan padanya dan oleh lingkungan dimana ia melahirkan. Jika kita bersikap negatif atau kritis, hal ini akan mempengaruhi si ibu. Hal ini juga dapat mempengaruhi lamanya waktu persalinan. Kita, sebagai bidan, harus membantu ibu yang melahirkan daripada untuk mencoba mengontrol persalinannya. Kita harus menghormati bahwa ibu adalah aktor utama dan penolong persalinan adalah aktor pembantu selama proses kelahiran.

c. Otonomi :
Ibu dan keluarga memerlukan informasi sehingga mereka dapat membuat suatu keputusan. Kita harus tau dan menjelaskan informasi yang akurat tentang resiko dan keuntungan semua prosedur, obat-obatan dan tes. Kita juga harus membantu ibu dalam membuat suatu pilihan tentang apa yang terbaik untuk diri dan bayinya berdasarkan nilai dan kepercayaannya (termasuk kepercayaan-kepercayaan budaya dan agama)

d. Jangan Membahayakan :
Intervensi haruslah tidak dilaksanakan secara rutin kecuali terdapat indikasi-indikasi yang spesifik. Pengobatan pada kehamilan, kelahiran atau periode pasca persalinan dengan tes-tes ”rutin”, obat atau prosedur dapat membahayakan bagi ibu dan bayinya. Misalnya prosedur-prosedur yang keuntungannya tidak mempunyai bukti termasuk episiotomi rutin pada primipara, enema dan pengisapan pada semua bayi baru lahir. Bidan yang terampil harus tau kapan harus melakukan sesuatu. Asuhan selama kehamilan, kelahiran dan pasca persalinan, seperti halnya juga penanganan komplikasi harus dilakukan berdasarkan suatu bukti.

e. Tanggung Jawab :
Setiap penolong persalinan harus bertanggung jawab terhadap kualitas asuhan yang ia berikan. Praktek asuhan maternitas harus dilakukan berdasarkan kebutuhan ibu dan bayinya, bukan atas kebutuhan penolong persalinan. Asuhan yang berkualitas tinggi, berfokus pada klien dan sayang ibu berdasarkan bukti ilmiah sekarang ini adalah tanggung jawab semua bidan.

EVIDANCE BASED DLM PRAKTEK KEHAMILAN
Asuhan antenatal yang tidak bermanfaat bahkan merugikan :
1. Menimbang BB secara rutin
2. Penilaian letak janin < style="font-weight: bold; font-style: italic;">Asuhan antenatal yang direkomendasikan :
1. Kunjungan antenatal yang berorientasi pada tujuan petugas kesehatan terampil
2. Persiapan kelahiran * kesiapan menghadapi kompliksi
3. Konseling KB
4. Pemberian ASI
5. Tanda-tanda bahaya, HIV/AIDS
6. Nutrisi
7. Deteksi dan penatalaksanaan kondisi dan komplikasi yang diderita
8. TT
9. Zat besi dan asam folat
10. Pada populasi tertentu, pengobatan preventif malaria, yodium dan vitamin A

TENAGA PROFESIONAL/PENOLONG YANG TERAMPIL Tindakan bidan saat kunjungan antenatal :
1. Mendengarkan dan berbicara kepada ibu serta keluarganya untuk membina hubungan saling percaya
2. Membantu setiap wanita hamil dan keluarga untuk membuat rencana persalinan
3. Membantu setiap wanita hamil dan keluarga untuk persiapan menghadapi komplikasi
4. melakukan penapisan untuk kondisi yang mengharuskan melahirkan di RS
5. Mendeteksi dan mengobati komplikasi-komplikasi yang dapat mengancam jiwa (pre-eklamsia, anemia, PMS)
6. Mendeteksi adanya kehamilan ganda setelah usia kehamilan 28 mg dan adanya kelainan letak setelah usia kehamilan 36 mg
7. Memberikan konseling pada ibu sesuai usia kehamilannya, mengenai nutrisi, istirahat, tanda-tanda bahaya, KB, pemberian ASI, ketidaknyamanan yang normal selama kehamilan dsb 8. Memberikan suntikan imunisasi TT bila diperlukan
9. Memberikan suplemen mikronutrisi, termasuk zat besi an folat secara rutin, serta vitamin A bila perlu

ASUHAN ANTENATAL YANG TERFOKUS Tujuan Asuhan Antenatal terfokus meliputi :
1. Peningkatan kesehatan dan kelangsungan hidup melalui :
a. Pendidikan dan konseling kesehatan tentang :
1) Tanda-tanda bahaya dan tindakan yang tepat
2) Gizi termasuk suplemen mikronutrisi serta hidrasi
3) Persiapan untuk pemberian ASI eksklusif segera
4) Pencegahan dan pengenalan gejala-gejala PMS
5) Pencegahan malaria dan infstasi helmith

b. Pembuatan rencana persalinan termasuk kesiapan menghadapi persalinan komplikasi
c. Penyediann TT
d. Suplemen zat besi dan folat, vitamin A, yodium dan kalsium
e. Penyediaan pengobatan/pemberantasan penyakit cacing dan daerah endemi malaria
f. Melibatkan ibu secara aktif dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi dan kesiapan menghadapi persalinan

2. Deteksi dini penyakit yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan janin :
a. Anemia parah
b. Proteinura
c. Hypertensi
d. Syphilis dan PMS
e. HIV
f. Malpresentasi janin setelah minggu ke 36
g. Gerakan janin dan DJJ

3. Intervensi yang tepat waktu untuk menatalaksana suatu penyakit atau komplikasi
a. Anemia parah
b. Pendarahan selama kehamilan
c. Hypertensi, pre-eklamsia dan eklamsia
d. Syphilis, chlamidia, GO, herpes serta PMS lainnya
e. HIV
f. Malpresentasi setelah minggu ke- 36
g. Kematian janin dalam kandungan
h. Penyakit lainnya seperti TBC, diabetes, hepatitis, demam reumatik

Isi asuhan antenatal terfokus :
Setiap wanita hamil, melahirkan atau nifas mengalami resiko komplikasinyang serius dan mengancam jiwanya. Meskipun pertimbangan ’resiko’ ini bisa digunakan oleh individu-individu bidan, perawat dan dokter untuk menyusun advis pengobatan. Kadang kala wanita hamil yang beresiko rendah sering terabaikan sehingga mengembangkan komplikasi dan banyak yang lainnya yang memiliki RESTI malah melahirkan tanpa masalah sama sekali.

4. Peningkatan kesehatan dan komunikasi antar pribadi
a. Pendidikan kesehatan yang bersifat mengikutsertakan dan tidak memecahkan masalah kekhawatiran daripada klien sering sekali ’dipersyaratkan’ sebagai bagian dari asuhan antenatal yang rutin
b. Para klien harus dilibatkan sebagai peserta aktif dalam pendekatan terhadap pendidikan beserta pemecahan masalahnya
c. Kesiapan mental untuk melahirkan dan mengasuh kelahiran yang akan datang

5. Kesiapan kelahiran yang berfokus pada klien dan masyarakat
a. Rencana persalinan : tempat persalinan, penolong yang terampil, serta perlengkapan ibu & bayi, transportasi yang inovatif serta sistem perujukannya, dana darurat.
b. Asuhan antenatal secara terus menerus terfokus pada klien serta lingkungannya untuk memaksimalkan kesempatan memperoleh hasil kehamilan yang sehat ibu dan anak.

PERAN DAN TANGGUNG JAWAB BIDAN DALAM ASUHAN KEHAMILAN
Pada setiap tingkat masyarakat dan negara terdapat tindakan yang dapat diambil oleh bidan untuk membantu memastikan bahwa ibu-ibu tidak akan meninggal dalam kehamilan dan kelahiran.

Tindakan-tindakan ini dapat dilakukan pada beberapa tingkatan :
1. Rumah dan masyarakat
2. Pusat kesehatan atau rumah bersalin
3. Rumah sakit

Rumah, masyarakat
a. Bagilah apa yang anda ketahui :
bidan dapat mengajar ibu-ibu, anggota masyarakat lainnya, bidan-bidan lain dan petugas kesehatan lainnya tentang tanda-tanda bahaya. Ia juga dapat membagi informasi tentang dimana mencari petugas dan fasilitas kesehatan yang dapatmembantu jika tanda-tanda bahaya terjadi. Ia dapat menekankan alasan dan keuntungan didampingi oleh penolong kesehatan yang terampil pada saat persalinan selain mempromosikan dan menunjukkan perilaku yang sehat. Bidan juga harus mengajarkan sesuatu berdasarkan kebutuhan orang yang ia layani.

b. Jaringan promosi kesehatan :
bidan harus melakukan kontak yang positif dengan pemuka-pemuka masyarakat, selain ibu-ibu yang lebih tua dan gadis-gadis muda di dalam masyarakatnya. Ia dapat mengajari keluarga dan masyarakat bagaimana mengenali ibu yang memerlukan asuhan kegawatdaruratan dan bagaimana mengatur asuhan tersebut (dana darurat, pola menabung, transportasi, komunikasi, donor darah).

c. Membangun kepercayaan :
bidan harus berperilaku yang memberikan rasa hormat kepada ibu dan keluarga yang ia layani. Membangun kepercayaan adalah suatu keterampilan penyelamatan jiwa. Jika seorang bidan memiliki keterampilan teknis untuk menangani eklampsia atau perdarahan pasca persalinan, tetapi ia tidak dipercaya, maka tidak ada seseorangpun yang akan meminta bantuannya. Walaupun seorang bidan mempunyai keterampilan teknis untuk menyelamatkan jiwa seorang ibu, tetapi tidak memiliki kepercayaan dari ibu tersebut, ia tidak akan diberikan kesempatan untuk mempergunakan keterampilannya dan menyelamatkan jiwa si ibu tadi.

Pusat Kesehatan atau rumah bersalin
a. Asuhan yang berkualitas :
memberikan asuhan yang berkualitas pada kelahiran akan membantu mencegah komplikasi, mendeteksi masalah lebih dini dan kemampuan untuk mengatur , menstabilisasi dan merujuk masalah yang memerlukan penanganan di rumah sakit.

b. Penatalaksanaan kegawatdaruratan awal :
memberikan penatalaksanaan awal perdarahan pasca persalinan, eklampsia, sepsis, aborsi yang tidak aman dan partus macet sangat penting untuk menyelamatkan jiwa ibu.

c. Memberikan contoh yang baik :
bidan harus memberikan contoh yang baik kepada bidan lain, petugas kebersihan dan staf yang lain. Bidan harus memberikan contoh pelaksanaan dan pencegahan infeksi yang baik dan keterampilan-keterampilan interpersonal yang berkualitas.

Rumah Sakit
a. Penatalaksanaan Komplikasi :
memberikan pelayanan seperti bantuan vacum ekstraksi, magnesium sulfat, antibiotik intra vena, plasenta manual, tranfusi darah dan operasi sesar yang sangat penting.

b. Memberikan contoh yang baik :
bidan harus mengajarkan dan memberikan contoh, asuhan maternitas yang berkualitas, termasuk keterampilan berkomunikasi secara interpersonal kepada semua kolega

HAK-HAK WANITA HAMIL
a. Wanita hamil berhak mendapat penjelasan oleh tenaga kesehatan yang memberikan asuhan tentang efek-efek potensial langsung/tidak langsung dari penggunaan obat atau tindakan selama masa kehamilan, persalinan. Kelahiran atau menyusui
b. Wanita hamil berhak mendapat informasi terapi alternatif sehingga dapat mengurangi atau meniadakan kebutuhan akan obat dan intervensi obstetri
c. Pasien kebidanan berhak untuk merawat bayinya sendiri bila bayinya normal
d. Pasien kebidanan berhak memperoleh informasi tentang siapa yang akan menjadi pendampingnya selama persalinan dan kualifikasi orang tersebut
e. Pasien kebidanan berhak memperoleh/memiliki catatan medis dirinya serta bayinya dengan lengkap, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan
f. Wanita hamil berhak mendapat informasi efek tindakan yang akan dilakukan baik pada ibu & janin
g. Wanita hamil berhak untuk ditemani selama masa-masa yang menegangkan pada saat kehamilan & persalinan
h. Pasien kebidanan berhak memperoleh catatan perincian biaya RS/tindakan atas dirinya.
i. Wanita hamil berhak mendapat informasi sebelum/bila diantisipasi akan dilakukan SC
j. Wanita hamil berhak mendapat informasi tentang merk obat dan reaksi yang akan ditimbulkan atau reaksi obat yang pernah dialaminya
k. Wanita hamil berhak mengetahui nama-nama yang memberikan obat-obat atau melakukan prosedur tindakan
l. Wanita hamil berhak mendapat informasi yang akan dilakukan atasnya
m. Wanita hamil berhak memilih konsultasi medik untuk memilih posisi yang persalinan yang dapat menurunkan stress

Imunisasi pada Bayi


MENGENAL  IMUNISASI PADA BAYI


Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit. Tubuh manusia mempunyai cara dan alat untuk mengatasi penyakit sampai batas kemampuan tertentu. Tubuh juga sanggup menghilangkan serangan penyakit dari luar.

Tetapi bila kuman penyakit itu ganas, sistem pertahanan tubuh tidak mampu mencegah kuman-kuman itu berkembangbiak, sehingga tubuh menjadi sakit. Tujuan dari pemberian imunisasi dasar adalah untuk mencegah terjadinya penyakit infeksi tertentu, apabila terjadi penyakit, tidak akan terlalu parah dan dapat mencegah gejala yang dapat menimbulkan cacat atau kematian

PENGERTIAN IMUNISASI
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antugen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit.
Imunisasi adalah usaha untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit infeksi pada bayi, anak dan juga orang dewasa. Imunisasi menjaga bayi dan anak dari penyakit tertentu sesuai dengan jenis

Imunisasi merupakan program utama suatu negara. Bahkan merupakan salah satu alat pencegahan penyakit yang utama didunia. Penyelenggaraan imunisasi diatur secara universal melalui berbagai kesepakatan yang difasilitasi oleh badan dunia seperti WHO dan UNICEF. Pertemuan international biasanya diselenggarakan secara teratur baik untuk tukar menukar pengalaman, evaluasi, perlu tidaknya bantuan dan lain sebagainya.

TUJUAN IMUNISASI
Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar.

MACAM KEKEBALAN
Kekebalan terhadap suatu penyakit menular dapat digolongkan menjadi 2, yakni :
1. Kekebalan Tidak Spesifik (Non Specific Resistance)
Yang dimaksud dengan faktor-faktor non khusus adalah pertahanan tubuh pada manusia yang secara alamiah dapat melindungi badan dari suatu penyakit. Misalnya kulit, air mata, cairan-cairan khusus yang keluar dari perut (usus), adanya refleks-refleks tertentu, misalnya batuk, bersin dan sebagainya.
2. Kekebalan Spesifik (Specific Resistance)
Kekebalan spesifik dapat diperoleh dari 2 sumber, yakni :
a. Genetik
Kekebalan yang berasal dari sumber genetik ini biasanya berhubungan dengan ras (warna kulit dan kelompok-kelompok etnis, misalnya orang kulit hitam (negro) cenderung lebih resisten terhadap penyakit malaria jenis vivax. Contoh lain, orang yang mempunyai hemoglobin S lebih resisten terhadap penyakit plasmodium falciparum daripada orang yang mempunyai hemoglobin AA.
b. Kekebalan yang Diperoleh (Acquired Immunity)
Kekebalan ini diperoleh dari luar tubuh anak atau orang yang bersangkutan. Kekebalan dapat bersifat aktif dan dapat bersifat pasif. Kekebalan aktif dapat diperoleh setelah orang sembuh dari penyakit tertentu. Misalnya anak yang telah sembuh dari penyakit campak, ia akan kebal terhadap penyakit campak. Kekebalan aktif juga dapat diperoleh melalui imunisasi yang berarti ke dalam tubuhnya dimasukkan organisme patogen (bibit) penyakit.
Kekebalan pasif diperoleh dari ibunya melalui plasenta. Ibu yang telah memperoleh kekebalan terhadap penyakit tertentu misalnya campak, malaria dan tetanus maka anaknya (bayi) akan memperoleh kekebalan terhadap penyakit tersebut untuk beberapa bulan pertama. Kekebalan pasif juga dapat diperoleh melalui serum antibodi dari manusia atau binatang. Kekebalan pasif ini hanya bersifat sementara (dalam waktu pendek saja).

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEKEBALAN
Banyak faktor yang mempengaruhi kekebalan antara lain umur, seks, kehamilan, gizi dan trauma.
1 Umur
Untuk beberapa penyakit tertentu pada bayi (anak balita) dan orang tua lebih mudah terserang. Dengan kata lain orang pada usia sangat muda atau usia tua lebih rentan, kurang kebal terhadap penyakit-penyakit menular tertentu. Hal ini mungkin disebabkan karena kedua kelompok umur tersebut daya tahan tubuhnya rendah.
2 Seks
Untuk penyakit-penyakit menular tertentu seperti polio dan difteria lebih parah terjadi pada wanita daripada pria.
3 Kehamilan
Wanita yang sedang hamil pada umumnya lebih rentan terhadap penyakit-penyakit menular tertentu misalnya penyakit polio, pneumonia, malaria serta amubiasis. Sebaliknya untuk penyakit tifoid dan meningitis jarang terjadi pada wanita hamil.
4 Gizi
Gizi yang baik pada umumnya akan meningkatkan resistensi tubuh terhadap penyakit-penyakit infeksi tetapi sebaliknya kekurangan gizi berakibat kerentanan seseorang terhadap penyakit infeksi.
5 Trauma
Stres salah satu bentuk trauma adalah merupakan penyebab kerentanan seseorang terhadap suatu penyakit infeksi tertentu.

TUJUAN PROGRAM IMUNISASI
Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini, penyakit-penyakit tersebut adalah disentri, tetanus, batuk rejan (pertusis), campak (measles), polio dan tuberkulosa.

SASARAN
Sasaran imunisasi adalah :
a. Bayi dibawah umur 1 tahun (0-11 bulan)
b. Ibu hamil (awal kehamilan - 8 bulan)
c. Wanita usia subur (calon mempelai wanita)
d. Anak sekolah dasar (kelas I-VI)

POKOK-POKOK KEGIATAN
a. Pencegahan terhadap bayi (imunisasi lengkap)
1. Imunisasi BCG 1 kali
2. Imunisasi DPT 3 kali
3. Imunisasi polio 3 kali
4. Imunisasi campak 1 kali
b. Pencegahan terhadap anak sekolah dasar
1. Imunisasi DT
2. Imunisasi TT
c. Pencegahan lengkap terhadap ibu hamil dan PUS / calon mempelai wanita
Imunisasi TT 2 kali

IMUNISASI DASAR
1. Jenis-Jenis Vaksin Dalam Program Imunisasi Dan Cara Pemberian
Imunisasi dasar harus diberikan terhadap 7 jenis penyakit utama yaitu TBC, difteri, tetanus, batuk rejan, poliomielitis, campak dan hepatitis B.

Imunisasi dasar terdiri dari :
a. Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin)
Berasal dari kuman Basillus Calmette Guerin yang telah dilemahkan. Memberikan kekebalan terhadap penyakit TBC. Efek samping dari vaksin BCG dapat menimbulkan pembengkakan pada bekas suntikan yang biasanya akan hilang dengan sendirinya, demam sampai 1-2 minggu.
Vaksin BCG tidak dapat diberikan pada anak yang menderita TBC positif atau menunjukkan uji mantoux positif. Diberikan dengan cara disuntikkan secara intracutan (didalam kulit) di bagian lengan kanan atas (Inertio Musculus Deltoideus) 1 kali suntikan dosis 0,05 cc.

b. Vaksin DPT (Difteria Pertusis Tetanus)
Berasal dari kuman Bordetella Pertusis yang telah dimatikan, dikemas dengan vaksin Diptheri dan Tetanus yang berasal dari racun kuman yang dilemahkan. Memberikan kekebalan terhadap penyakit difteria, pertusis (batuk rejan) dan tetanus. Efek samping vaksin DPT antara lain adalah lemas, kadang-kadang terjadi gejala demam tinggi, iritabilitas. Diberikan dengan cara disuntikkan secara intramuscular dengan membentuk sudut 450 - 600, di bagian paha sebelah luar (otot vastus lateralis) 3 kali suntikan dosis 0,5 cc.
Imunisasi DPT tidak dapat diberikan kepada anak yang sakit parah dan anak yang menderita penyakit kejang demam kompleks. Juga tidak dapat diberikan kepada anak dengn batuk yang diduga sedang menderita batuk rejan dalam tahap awal atau penyakit gangguan kekebalan (defisiensi imun). Sakit batuk, pilek, demam atau diare yang sifatnya ringan, bukan merupakan kontra indikasi yang mutlak.

c. Vaksin Polio
Berasal dari kuman Polio yang dilemahkan. Memberikan kekebalan terhadap penyakit poliomyelitis. Vaksin polio pada umumnya tidak memiliki efek samping. Diberikan melalui mulut dengan cara diteteskan dengan pipet kedalam mulut anak sebanyak 2 tetes, 4 kali pemberian. Kontraindikasi dari vaksin polio adalah anak dengan diare berat dan defisiensi imun. Karena dapat memperberat terjadinya diare. Pada anak dengan penyakit batuk, pilek, demam atau diare ringan imunisasi polio dapat diberikan seperti biasanya.

d. Vaksin Campak
Berasal dari virus Campak yang telah dilemahkan. Memberikan kekebalan terhadap penyakit campak. Efek sampingnya antara lain adalah demam atau kejang yang ringan dan tidak berbahaya pada hari ke-10 sampai ke-12 setelah penyuntikan, tetapi ini sangat jarang terjadi. Vaksin Campak tidak boleh diberikan pada anak dengan sakit parah, defisiensi imun dan defisiensi gizi. Diberikan dengan cara disuntikkan sub cutan dalam, membentuk sudut 300c, di bagian lengan atas (Inertio Musculus Deltoideus) 1 kali suntikan dosis 0,5 cc.

e. Vaksin Hepatitis B
Berasal dari protein khusus kuman Hepatitis B. Memberikan kekebalan terhadap penyakit TBC. Semua bukti menunjukan bahwa vaksin Hepatitis B aman dan efektif serta efek sampingnya adalah reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan, dan pembengkakan disekitar tempat penyuntikan. Diberikan dengan cara disuntikkan secara intramuscular dengan membentuk sudut 450 - 600, di bagian paha sebelah luar (otot vastus lateralis) 3 kali suntikan dosis 0,5 cc.

IMUNISASI ULANG
1. BCG
BCG ulangan tidak dianjurkan oleh karena manfaatnya diragukan mengingat:
1. Efektifitas perlindungan hanya 40%
2. 70% kasus TB berat (ex meningitis) ternyata mempunyai parut BCG
3. Kasus dewasa dengan BTA positif di Indonesia cukup tinggi (25-36%) walaupun mereka telah mendapatkan BCG pada masa kanak-kanak.

2. Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B dapat dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun. Penelitian kohort multisenter di Thailand dan Taiwan terhadap bayi dari ibu yang mengidap hepatitis B yang telah memperoleh imunisasi dasar 3X pada masa bayi, dapat diulangi pada umur 5 tahun, 90,7% diantaranya masih memiliki titer antibody anti HBs yang protektif (titer anti HBs >10 mlU/ml). mengingat pola apidemiologi hepatitis B di Indonesia mirip dengan Negara tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa imunisasi ulang pada umur 5 tahun tidak diperlukan kecuali apabila titer anti HbsAg < 10mlU/ml. 3. DPT
Imunisasi ulang yang pertama dilakukan pada usia 1,5 - 2 tahun atau kurang lebih 1 tahun setekah penyuntikan imunisasi dasar ketiga. Imunisasi ulang berikutnya dilakukan pada usia 6 tahun atau saat kelas 1 SD. Pada saat kelas 6 SD diberikan lagi imunisasi ulang dengan vaksin DT (tanpa P). Vaksin pertusis (batuk rejan) tidak dianjurkan untuk anak yang berusia lebih dari 7 tahun karena reaksi yang timbul dapat lebih hebat, selain itu juga karena perjalanan penyakit pertusis pada anak lebih dari 5 tahun tidak parah.

4. Tetanus Toksoid
Tetanus kelima diberikan pada usian masuk sekolah akan memperpanjang imunitas 10 tahun lagi sampai umur 17-18 tahun. Dengan 5 dosis toksoid tetanus pada anak dihitung setara dengan 4 dosis toksoid dewasa.

5. Polio
Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun sejak imunisasi polio 4, selanjutnya saat masuk sekolah (5-6 tahun).

6. Campak
Penelitian titer antibody campak pada anak usia 6-11 tahun oleh badan penelitian dan pengembangan DepKes dan KeSos tahun 1999 mendapatkan hanya 71,9% anak yang masih mempunyai antibodi campak diatas ambang pencegahan, sedangkan 28,3% diantaranya kelompok usia 5-7 tahun parnah menderita campak walaupun sudah diimunisasi campak saat bayi. Bedasarkan penelitian tersebut dianjurkan pemberian imunisasi campak ulang pada saat masuk sekolah dasar (5-6 tahun, guna mempertinggi serokonversi).

IMUNISASI KOMBO
Vaksin kombo adalah gabungan beberapa antigen tunggal menjadi satu jenis produk antigen untuk mencegah penyakit yang berbeda atau gabungan dengan beberapa antigen dari galur multipel yang berasal dari organisme penyebab penyakit yang sama. Gabungan vaksin tersebut telah dikemas dipabrik dan bukan dicampur oleh sendiri oleh petugas. The Admivisory Committee On Immunization Practice (ACIP), The American Academy Of Pediatrics (AAP) dan The American Academy Of Family Physicians (AAFP) merekomendasikan bahwa lebih baik mempergunakan vaksin kombo yang telah dikemas dari pabrik dari pada memberikan 2 jenis vaksin monovalen yang diberikan secara terpisah pada saat bersamaan. Vaksin kombo dianjurkan adalah yang telah mendapatkan persetujuan dari pemerintah Negara masing-masing, di Indonesia melalui izin dari Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI. DiIndonesia saat ini telah beredar 2 jenis vaksin kombo yaitu DPwT – Hep B dan DPwT – Hib.

Adapun dasar utama dan alasan pembuatan vaksin kombo adalah untuk :
1. Mengurangi jumlah suntikan
2. Mengurangi jumlah kunjungan ke fasilitas kesehatan
3. Lebih praktis dari pada vaksin terpisah
4. Mempermudah penambahan vaksin lain kedalam program imunisasi yang telah ada
5. Mempersingkat waktu untuk mengejar imunisasi yang terlambat
6. Mengurangi kebutuhan alat suntik dan tempat penyimpanan vaksin
7. Mengurangi biaya pengobatan

Disamping keuntungan tersebut diatas vaksin kombo mempunyai beberapa kekurangan yaitu :
1. Terjadi kesetidakserasian kimiawi/fisis sebagai akibat percampuran beberapa antigen beserta ajuvannya.
2. Sulit dihindari adanya perubahan respons imun sebagai akibat interaksi antara antigen dengan antigen lain atau antara antigen dengan anjuvan yang berbeda
3. Dapat membingungkan para dokter dalam penyusunan jadwal imunisasi apalagi bila dipergunakan vaksin dari pabrik yang berbeda.

Vaksin DPwT adalah salah satu vaksin kombo yang palng tua sehingga dikenal vaksin kombo tradisional dan merupakan tulang punggung (back bone) pembuatan vaksin kombo. Vaksin kombo diproduksikan berdasarkan mempunyai komponen dasar yang berasal dari gabungan suatu vaksin dengan DPwT, DPaT atau Hepatitis B, MMR atau campak atau vaksin lain seperti meningokokus dan pneumokokus. Daya proteksi vaksin dinilai dari serokonversi sebelum dan setelah diberikan imunisasi. Untuk mendapatkan kepastian mengenai daya proteksi ini perlu dilakukan uji klinis secara random dan tersamar. Daya proteksi vaksin kombo DPwT-Hep B tampak mempunyai efektifitas yang sama pada berbagai jadwal imunisasi.